Strict parents adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang tua yang memiliki pola asuh sangat ketat dan sering kali otoriter terhadap anak-anak mereka. Dalam konteks ini, “strict” merujuk pada penerapan peraturan yang kaku dan pembatasan yang signifikan terhadap kebebasan anak untuk bersikap atau bertindak. Seiring dengan perkembangan media sosial, banyak anak muda mulai berbagi pengalaman dan cerita mengenai bagaimana mereka dibesarkan oleh orang tua dengan karakteristik seperti ini. Pada dasarnya, pola asuh yang ketat ini dapat merujuk pada cara orang tua yang menuntut kepatuhan tinggi, memberikan hukuman yang keras, dan tidak memberikan ruang bagi anak untuk mengekspresikan diri.
Pengertian Strict Parents
Secara umum, pengertian strict parents mencakup orang tua yang secara konsisten menerapkan peraturan yang sangat ketat dan tidak memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk mengambil keputusan secara mandiri. Menurut Cambridge Dictionary, arti kata “strict” mencakup pembatasan yang keras terhadap kebebasan seseorang. Dengan demikian, orang tua yang dapat digolongkan sebagai strict parents akan cenderung mengawasi setiap gerak-gerik anak dan memberikan hukuman yang tegas saat anak tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Dalam psikologi, istilah ini berkaitan dengan pola asuh otoriter, di mana ekspektasi dan penilaian orang tua menjadi pusat perhatian, sering kali tanpa mempertimbangkan perasaan anak.
Penyebab Orang Tua Menjadi Strict Parents
Berbagai faktor dapat menyebabkan seseorang menjadi orang tua yang ketat. Berikut adalah beberapa penyebab umum dari pola asuh yang ketat ini:
- Memiliki Pengalaman yang Sama
Orang tua yang dibesarkan dalam lingkungan yang juga menerapkan pola asuh ketat cenderung akan mengulang pola tersebut pada generasi berikutnya. Hal ini terjadi karena mereka percaya bahwa cara pendidikan yang mereka terima adalah metode terbaik untuk mendidik anak, meskipun tidak selalu sesuai dengan kondisi saat ini. - Rasa Cemas dan Ketakutan yang Berlebihan
Rasa cemas yang berlebihan terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak juga menjadi salah satu penyebab. Orang tua yang merasa khawatir akan bahaya yang mengancam saat anak beraktivitas di luar rumah sering kali merespons dengan melarang anak melakukan banyak hal, sehingga membatasi perkembangan mereka. - Memiliki Neurotisme (Mental Blok) yang Tinggi
Penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki tingkat neurotisme yang tinggi, yakni cenderung memiliki emosi negatif, lebih berpotensi untuk menerapkan pola asuh yang ketat. Hal ini terjadi karena mereka merasa tidak stabil secara emosi dan berusaha mengontrol lingkungan sekitarnya untuk meminimalisir rasa cemas. - Budaya di Lingkungan Sekitar
Budaya dan norma sosial yang ada di lingkungan sekitar juga berpengaruh. Dalam beberapa budaya, ada anggapan bahwa anak khususnya perempuan, perlu dilindungi secara berlebihan dari berbagai pengaruh luar, sehingga membatasi kebebasan mereka. - Memiliki Rasa Empati yang Rendah
Orang tua yang kekurangan rasa empati sering kali kesulitan untuk memahami kebutuhan emosional anak. Keterbatasan ini berpotensi menjadikan mereka lebih otoriter dan kurang memberi kesempatan anak untuk mengekspresikan diri. - Merasa Harus Menguasai Anak
Beberapa orang tua merasa perlu mengontrol setiap aspek kehidupan anak dengan harapan bahwa metode ini akan menghasilkan anak yang penurut dan berhasil. Sikap ini justru dapat merugikan perkembangan kemandirian anak.
Dampak dari Pola Asuh Strict Parents terhadap Anak
Dampak dari pola asuh yang ketat dapat terlihat jelas dalam perkembangan psikologis dan emosional anak. Sebagian besar dampak negatif tersebut adalah sebagai berikut:
- Anak Jadi Lebih Suka Berbohong
Ketika anak merasa tertekan dengan peraturan yang ketat, mereka mungkin merasa terpaksa untuk berbohong atau menyembunyikan kebenaran dari orang tua mereka. Rasa takut akan hukuman yang keras sering kali mendorong anak untuk menciptakan kebohongan. - Anak Merasa Tidak Bahagia bahkan Mengalami Depresi
Beberapa studi menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang strict cenderung merasa tidak bahagia. Mereka sering kali merasa tertekan dan cemas, yang pada akhirnya bisa berujung pada gejala depresi, terutama jika orang tua tidak menunjukkan kasih sayang yang cukup. - Anak Jadi Tidak Percaya Diri
Ketidakmampuan anak untuk mengambil keputusan dan ketiadaan dukungan untuk mengekspresikan pendapat mereka dapat mengakibatkan rendahnya rasa percaya diri. Anak-anak yang didik dengan cara ini sering merasa bahwa mereka tidak memiliki suara dalam kehidupan mereka sendiri. - Anak Berpotensi Tumbuh Sebagai Tukang Bully
Berdasarkan pengamatan, anak-anak yang mengalami pola asuh yang otoriter dapat memiliki potensi untuk menjadi pelaku bullying. Setelah mengalami kekerasan atau hukuman dari orang tua, mereka mungkin akan melampiaskan perasaan mereka pada teman-teman sebaya yang lebih lemah.
Pola asuh otoriter dan ketat seperti pada strict parents secara umum mengarah pada kerugian yang lebih besar bagi anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang sering mengalami intimidasi di rumah lebih cenderung mengalami masalah dalam bersosialisasi dan memiliki hubungan interpersonal yang sehat di kemudian hari.
Anak-anak ini sering kali menjadi orang dewasa yang kesulitan dalam menjalani hubungan, baik itu sebagai teman maupun pasangan. Mereka juga mungkin akan memperjuangkan keleluasaan dalam mengambil keputusan untuk diri mereka sendiri, sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis jangka panjang.
Seiring berjalannya waktu, penting bagi orang tua untuk merenungkan metode pendidikan yang mereka terapkan. Kesadaran akan kekurangan pola asuh yang ketat dan upaya untuk berkomunikasi secara terbuka dengan anak dapat menjadi langkah awal menuju hubungan yang lebih sehat dan saling mendukung.
Sikap fleksibel dan kasih sayang dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan anak baik secara emosional maupun sosial. Pembelajaran akan lebih efektif ketika anak merasa aman dan diterima, sehingga mereka bisa menjelajahi dunia dengan lebih percaya diri dan mandiri.