Pemerintah Indonesia terus melakukan penyesuaian dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan. Salah satu perubahan penting yang diimplementasikan adalah mengenai denda bagi peserta yang mengalami keterlambatan dalam pembayaran iuran. Menjelang tahun 2025, aturan terkait denda ini telah diperbarui, terutama seiring dengan transisi dari sistem kelas rawat inap selama ini ke sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), yang dijadwalkan mulai berlaku sepenuhnya pada 1 Juli 2025. Berikut adalah rincian terbaru mengenai denda BPJS Kesehatan dan ketentuan-ketentuan terkait lainnya.
Perubahan sistem menjadi KRIS bertujuan untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih merata kepada semua peserta BPJS. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menekankan bahwa dengan KRIS, semua peserta akan memperoleh kualitas layanan yang setara dalam rawat inap, tanpa membedakan kelas.
Mengenai iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2025, ketentuan yang berlaku tetap mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022 dengan rincian sebagai berikut:
- Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI): Iuran sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
- Pekerja Penerima Upah (PPU) Pemerintah: 5% dari gaji bulanan, di mana 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
- PPU Swasta, BUMN, dan BUMD: 5% dari gaji bulanan (4% oleh pemberi kerja, 1% oleh peserta).
- Keluarga tambahan PPU (anak ke-4, orang tua, mertua): 1% dari gaji per bulan per orang.
- Peserta Mandiri:
- Kelas III: Rp 42.000 per bulan.
- Kelas II: Rp 100.000 per bulan.
- Kelas I: Rp 150.000 per bulan.
- Veteran dan Perintis Kemerdekaan: 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun, ditanggung oleh pemerintah.
Memasuki tahun 2025, peserta yang terlambat membayar iuran BPJS Kesehatan akan dihadapkan pada sanksi sebagai berikut, yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024:
- Peserta yang terlambat membayar hingga 45 hari dan memerlukan layanan rawat inap akan dikenakan denda sebesar 5% dari biaya diagnosis dan prosedur awal untuk setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan:
- Maksimal keterlambatan yang diperhitungkan adalah 12 bulan.
- Denda maksimal yang dapat dikenakan adalah Rp 30.000.000.
- Apabila dalam 45 hari setelah status kepesertaan diaktifkan kembali peserta tidak menggunakan layanan rawat inap, maka denda tidak akan dikenakan.
- Untuk peserta PPU, denda keterlambatan akan ditanggung oleh pemberi kerja.
Peserta BPJS Kesehatan yang menunggak pembayaran iuran harus waspada karena ada konsekuensi langsung. Mereka akan mengalami beberapa dampak negatif, seperti:
- Status kepesertaan yang dinonaktifkan sementara.
- Tidak dapat mengakses layanan kesehatan BPJS, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap.
- Jika dalam 45 hari setelah aktivasi kembali mereka membutuhkan rawat inap, denda layanan akan dikenakan.
Perubahan yang akan berlaku pada 2025 ini merupakan langkah signifikan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan sistem KRIS, semua peserta BPJS diharapkan bisa memanfaatkan layanan kesehatan secara maksimal tanpa harus khawatir terhadap perbedaan kelas atau jenis layanan. Namun, para peserta diingatkan untuk selalu membayar iuran tepat waktu agar tetap memperoleh manfaat tanpa terjebak dalam denda yang cukup besar. Diharapkan dengan adanya informasi ini, peserta BPJS Kesehatan dapat lebih memahami aturan baru dan mematuhi kewajibannya untuk mendukung keberlangsungan program jaminan kesehatan.