Pengertian PHK adalah singkatan dari Pemutusan Hubungan Kerja, yang merujuk pada pengakhiran masa kerja seorang karyawan. Istilah ini sudah dikenal luas di kalangan karyawan, pegawai, dan pemilik bisnis, dan merupakan kebijakan yang tidak dapat dilakukan secara sembarangan oleh perusahaan. Hal ini karena pemerintah telah menetapkan peraturan terkait PHK untuk melindungi hak-hak karyawan. Dengan memahami pengertian serta rincian mengenai PHK, para pemilik bisnis dan karyawan dapat menjalankan kebijakan ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
PHK dapat terjadi karena berbagai alasan yang sah, dan ketentuan mengenai PHK telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang tersebut, terdapat tiga kondisi umum yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja: pertama, pemutusan hubungan kerja yang terjadi demi hukum, seperti pensiun, meninggal dunia, atau berakhirnya kontrak kerja; kedua, pemutusan yang disebabkan oleh keputusan pengadilan; dan ketiga, pengunduran diri yang dilakukan oleh karyawan secara sukarela. Oleh karena itu, ketika perusahaan ingin melakukan PHK, mereka harus memperhatikan proses dan alasan yang benar, termasuk melakukan musyawarah terlebih dahulu apabila diperlukan.
Ada beberapa alasan yang tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan PHK. Menurut Pasal 153 Ayat UUK 13/2003, di antaranya adalah karyawan yang sakit sesuai keterangan dokter selama kurang dari 12 bulan, sedang melaksanakan tugas negara, melaksanakan ibadah, menikah, hamil, atau melahirkan. Sebaliknya, terdapat alasan yang diperbolehkan untuk melakukan PHK, seperti karyawan tidak lulus masa percobaan, pelanggaran berat terhadap peraturan perusahaan, atau perusahaan mengalami kerugian dan perlu melakukan PHK massal.
Jenis-jenis PHK dibagi menjadi empat, yakni:
-
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Hukum: terjadi secara otomatis, seperti ketika seorang karyawan meninggal dunia atau ketika kontrak kerja berakhir.
-
Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak: dilaksanakan oleh salah satu pihak, misalnya ketika karyawan mengundurkan diri tanpa paksaan atau perusahaan memberhentikan karyawan karena pelanggaran.
-
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kondisi Khusus: terkait dengan situasi tertentu, seperti kebangkrutan perusahaan atau efisiensi yang menyebabkan pengurangan karyawan.
- Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kesalahan Berat: jika karyawan melakukan pelanggaran serius yang berpotensi merugikan perusahaan, seperti penipuan atau penggelapan dana.
Setiap kali pemutusan hubungan kerja dilakukan, perusahaan diwajibkan untuk memberikan pesangon kepada karyawan yang terkena PHK. Ketentuan tentang pesangon tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan telah mengalami beberapa perubahan, terutama dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut Pasal 156 UU Ketenagakerjaan, terdapat ketentuan mengenai besaran pesangon yang diterima berdasarkan masa kerja karyawan di perusahaan tersebut.
Berikut adalah cara perhitungan pesangon yang harus diterima oleh karyawan:
- Masa kerja kurang dari 1 tahun: 1 bulan upah.
- Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun: 2 bulan upah.
- Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun: 3 bulan upah.
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun: 4 bulan upah.
- Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun: 5 bulan upah.
- Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun: 6 bulan upah.
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun: 7 bulan upah.
- Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun: 8 bulan upah.
- Masa kerja 8 tahun atau lebih: 9 bulan upah.
Di samping itu, karyawan berhak menerima uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Uang penghargaan ditetapkan berdasarkan durasi kerja dan merupakan tambahan dari pesangon yang diterima. Uang penggantian hak mencakup hak cuti tahunan yang belum diambil dan biaya kembali ke tempat asal pekerja.
Sebagai ilustrasi, mari kita gunakan contoh perhitungan pesangon untuk karyawan bernama Rani, yang menerima gaji pokok Rp8.000.000 dan tunjangan transportasi Rp1.000.000. Setelah bekerja selama 4 tahun 3 bulan, Rani di-PHK karena perusahaan mengalami kebangkrutan. Menggunakan rumus yang berlaku, berikut adalah rinciannya:
- Upah bulanan Rani: Rp8.000.000 + Rp1.000.000 = Rp9.000.000
- Pesangon untuk masa kerja 4 tahun 3 bulan: 5 x Rp9.000.000 = Rp45.000.000
- UPMK untuk masa kerja 4 tahun 3 bulan (2 bulan upah): 2 x Rp9.000.000 = Rp18.000.000
- UPH untuk cuti tak terpakai: (7/22) x Rp9.000.000 = Rp2.863.636
Total pesangon yang berhak diterima Rani adalah Rp45.000.000 + Rp18.000.000 + Rp2.863.636 = Rp65.863.636.
Dengan memahami pengertian, peraturan, dan jenis-jenis PHK, serta cara menghitung pesangon, baik karyawan maupun pemilik perusahaan dapat melaksanakan proses ini dengan lebih transparan dan adil. Penting bagi kedua belah pihak untuk selalu merujuk pada regulasi yang berlaku agar tidak terjadi pelanggaran yang dapat merugikan salah satu pihak.