Para guru honorer di Indonesia kini dihadapkan pada kenyataan pahit yang muncul akibat kebijakan penataan tenaga Non ASN oleh pemerintah. Kebijakan ini, yang diarahkan oleh amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, menjadi penyebab utama bagi banyak guru honorer kehilangan status mereka dan bahkan terpaksa dirumahkan.
Sejak tahun 2024, pemerintah mulai melakukan penataan besar-besaran terhadap tenaga honorer, dengan target penyelesaian pegawai Non ASN paling lambat pada Desember 2024. Penguncian Data Pokok Pendidikan (Dapodik) 2025 terkait dengan kebijakan ini membuat banyak guru honorer tidak lagi diterima dalam sistem jika tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Dalam praktek, hal ini berakibat pada dirumahkannya sejumlah guru honorer yang tidak terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) hingga 31 Desember 2022.
Zudan Arif Fakrulloh, Kepala BKN, mengonfirmasi bahwa pemerintah hanya akan menyelesaikan penataan tenaga honorer untuk mereka yang sudah terdaftar dalam database sebelum batas waktu tersebut. "Saat ini yang kita selesaikan terlebih dahulu adalah Non ASN yang ada dalam database BKN per 31 Desember 2022," ujar Zudan.
Dampak regulasi ini juga menunjukkan batasan bagi pengangkatan tenaga honorer baru. Sejak berlakunya UU ASN 2023 pada Oktober lalu, seluruh kepala daerah dilarang untuk mengangkat tenaga honorer baru. Pengalihan kebutuhan tenaga kerja, seperti kebersihan dan keamanan, akan dilakukan melalui sistem outsourcing, yang juga tidak akan lagi memasukkan eks tenaga honorer sebagai pilihan.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun telah menerbitkan surat edaran terkait penganggaran gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Dalam edaran tersebut dinyatakan bahwa hanya tenaga honorer yang ada dalam database BKN yang akan diakomodir sebagai PPPK, baik untuk posisi penuh waktu maupun paruh waktu. Melalui Keputusan MenPANRB Nomor 16 Tahun 2025, pemerintah semakin mempertegas bahwa Dapodik 2025 akan dikunci untuk mencegah masuknya data guru honorer baru.
Variasi dampak dari kebijakan ini dapat dirasakan di berbagai daerah. Di SMP Solok Selatan, Sumatera Barat, beberapa guru honorer telah dihapus dari Dapodik dan terpaksa dirumahkan. Salah seorang guru honorer, yang dikenal melalui akun TikTok @dasrial_95, mengungkapkan kekecewaannya setelah dikeluarkan dari Dapodik. Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Jembrana, Bali, di mana ratusan pegawai Non ASN dengan masa kerja kurang dari dua tahun harus dirumahkan.
Ada beberapa alasan utama yang menyebabkan banyak guru honorer terancam kehilangan pekerjaan mereka:
- Keterpenuhan Jam Mengajar: Guru yang tidak memenuhi jumlah jam mengajar sesuai ketentuan tidak akan bisa diakomodir dalam Dapodik.
- Linieritas: Guru yang tidak mengajar sesuai dengan bidang keahlian yang ditentukan juga akan berisiko kehilangan status.
- TMT Setelah Desember 2023: Guru yang diangkat setelah Desember 2023 tidak termasuk dalam kriteria penataan Non ASN dan berpotensi terdepak dari Dapodik.
Kebijakan penataan tenaga honorer ini menggambarkan upaya pemerintah dalam menyusun kembali sistem pendidikan dan ketenagakerjaan yang lebih terencana. Namun, bagi banyak guru honorer yang sudah mengabdikan diri bertahun-tahun, proses ini menjadi ujian berat. Tidak hanya mengancam keberlangsungan pekerjaan mereka, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan masa depan pendidikan di tanah air. Medan kualifikasi yang ketat, disertai dengan situasi yang tidak menguntungkan, semakin memperjelas tantangan yang dihadapi oleh para pendidik ini dalam menjalankan tugas mulia mereka.