Industri film di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan dalam satu dekade terakhir. Namun, tantangan serius dalam akses pendanaan dan distribusi tetap menjadi hambatan bagi para kreator film, khususnya bagi mereka yang berada di luar jaringan rumah produksi besar. Untuk menjawab masalah ini, Cinevix, sebuah startup teknologi berbasis blockchain, berkomitmen untuk menghubungkan kreator dengan audiens secara lebih langsung dengan peluncuran platform inovatif yang diharapkan bisa menjadi alternatif bagi pendanaan dan distribusi film independen di tanah air.
Daniel Yorick, penggagas Cinevix, menjelaskan bahwa industri film Indonesia memiliki potensi besar, namun sering kali terhambat oleh akses pendanaan yang terbatas serta kurangnya transparansi dalam proses distribusi. "Melalui Cinevix, kami ingin membuka jalan baru yang lebih adil dan inklusif," tuturnya. Platform ini dirancang untuk menghadirkan solusi yang lebih efisien bagi para kreator film, mengatasi kendala yang selama ini mereka hadapi.
Cinevix menawarkan beberapa fitur utama yang menjadi bagian dari ekosistemnya:
-
CineFi: Ini adalah platform crowdfunding berbasis blockchain yang memungkinkan kreator untuk mengajukan proyek mereka dan mendapatkan dukungan dana langsung dari komunitas.
-
CinePlay: Layanan streaming Video on Demand (VOD) yang dirancang untuk mendukung kreator dalam memonetisasi karya mereka secara fleksibel.
- CineFest: Festival film tahunan yang memberikan panggung bagi karya terbaik yang dihasilkan dari kolaborasi dalam ekosistem Cinevix.
Salah satu aspek menarik dari Cinevix adalah pengintegrasian Real-World Asset (RWA) ke dalam sistem mereka. RWA mengacu pada digitalisasi aset dunia nyata, seperti hak cipta film, guna memudahkan transaksi dan meningkatkan nilai investasi. Model ini dianggap sebagai tren utama dalam ekosistem blockchain dan menawarkan peluang besar bagi sektor kreatif untuk menarik minat investor global.
Tim pengembang Cinevix, yang termasuk programmer Farhan Aziz Ath Thariq, berfokus pada penerapan teknologi ini untuk menjamin transparansi dan keamanan aset. Dengan pendekatan ini, Cinevix berharap dapat memberikan cara baru bagi investor untuk mendukung proyek-proyek kreatif, sembari mempertimbangkan kebutuhan praktis pelaku industri.
Walaupun proyek ini menjanjikan, tantangan tetap ada. Penerimaan terhadap teknologi blockchain di pasar lokal yang masih berkembang menjadi salah satu halangan yang harus diatasi. Para pengamat industri berpendapat bahwa keberhasilan Cinevix akan sangat bergantung pada kemampuannya menjembatani teknologi baru ini dengan kebutuhan nyata dalam industri film.
Peluncuran platform Cinevix sendiri masih dalam tahap perencanaan, dan pihak startup menegaskan bahwa mereka akan melakukan pengembangan secara bertahap. "Kami ingin memastikan bahwa setiap langkah yang diambil didasari pada riset mendalam dan analisis yang matang," ungkap Daniel.
Lebih dari sekadar menjadi platform untuk film, Cinevix juga berambisi untuk memperkenalkan budaya Indonesia di tingkat global melalui media film. Promosi budaya Indonesia melalui seni visual dinilai sangat efektif untuk meningkatkan visibilitas negara ini di dunia internasional.
Dengan dukungan teknologi blockchain, Cinevix berpotensi menjadi pendorong utama dalam revolusi industri film Indonesia, memberikan lebih banyak peluang bagi kreator lokal untuk berkembang dan menjangkau audiens yang lebih luas. Inovasi ini diharapkan dapat meruntuhkan batasan yang selama ini membelenggu industri film lokal, serta menciptakan ekosistem yang lebih adil dan transparan bagi semua pihak yang terlibat.